PENERAPAN DENDA ATAS KETERLAMBATAN PEMBAYARAN HUTANG DALAM PEMBAYARAN DI BMT PERSPEKTIF FIKIH MUAMMALAH (Studi Kasus Al-Iqtishady)

Authors

  • Romi Putra Saroji stis dafa

Keywords:

kredit,fatwa DSN-MUI,dan Tinjauan fiqih Mauamalah.

Abstract

Penelitian ini berjudul penerapan denda atas keterlambatan pembayaran hutang dalam pembayaran di bmt persfektif fiqih muamalah.

 Pada saat sekarang ini banyak transaksi yang dilakukan dengan menggunakan produk-produk perbankan syari’ah yang fungsinya memberikan kenyamanan dan kemudahan bagi nasabah dalam melakukan transaksi. Akan tetapi ada saksi yang dikenakan apabila nasabah tersebut menunda-nunda dalam membayar utangnya yakni berupa denda .

Para ulama berbeda pendapat tentang kebolehan denda keterlambatan pembayaran utang pada kartu kredit syariah. Fatwa DSN-MUI membolehkan sanksi denda yang dikenakan kepada nasabah yang mampu tetapi menunda-nunda pembayaran utangnya dengan sengaja. Denda yang di peruntukan nantinya sebagai dana sosial. Para ulama kontemporer berbeda pendapat menanggapi masalah denda ini. Sebagian ulama membolehkan diadakannya denda supaya memberikan efek jera kepada nasabah yang mampu tetapi membayar utangnya. Sebagian ulama lain tidak membolehkan tentang denda karena denda yang dikenakan mengandung unsur riba. Dari penjelasan diatas, penulis mencoba mengkaji tentang denda keterlambatan pembayaran utang pada kartu kredit syariah.

 

 

 

Penelitian ini merupakan penelitian pustaka, (library research) yaitu penelitian yang menggunakan literatur sebagai sumber datanya, metode pengumpulan datanya adalah mencari literatur yang ada hubungannya dengan pokok masalah, kemudian dibaca, dianalisa dan disesuaikan dengan kebutuhan, metode penulisannya adalah deskriptif analisis.

Dari hasil penelitian yang penulis lakukan, bahwa hukum denda keterlambatan pembayaran utang pada kartu kredit adalah bagi nasabah yang mampu membayar tetapi menunda-nunda pembayaran dengan sengaja dan tidak mempunyai itikad baik untuk membayar hutangnya, maka akan dikenakan sanksi oleh LKS. Tetapi bagi nasabah yang tidak/belum mampu membayar disebabkan force majeur tidak boleh dikenakan sanksi. Sanksi didasarkan pada prinsip ta’zir yaitu berupa denda sejumlah uang yang besarnya ditentukan atas dasar kesepakatan. Denda tersebut nantinya akan diperuntukkan sebagai dana sosial. Metode yang digunakan oleh komisi fatwa DSN-MUI dalam proses penetapan fatwa berpegang kepada al-Quran, Sunnah dan ijtihad sahabat serta kaidah fiqhiyah.Tinjauan fiqih muamalah terhadap pendapat yang rajah tentang denda adalah diharamkan meski orang mampu yang menunda pembayaran hutang layak dihukum, tapi tak pernah ada sepanjang sejarah Islam seorang pun qadhi (hakim) atau fuqaha yang menjatuhkan denda sebagai hukumannya. Denda karena terlambat membayar utang mirip dengan riba, maka denda ini dihukumi sama dengan riba sehingga haram diambil. Kaidah fiqih menyebutkan : Maa qaaraba al-syai’a u’thiya hukmuhu (Apa saja yang mendekati/mirip dengan sesuatu, dihukumi sama dengan sesuatu itu). Kesimpulannya, menjatuhkan denda karena terlambat membayar utang atau angsuran utang hukumnya haram karena termasuk riba.

Kata kunci: kredit,fatwa DSN-MUI,dan Tinjauan fiqih Mauamalah.

Downloads

Published

2022-12-29