Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktek Pembulatan Harga pada Transaksi Jual Beli Bahan Bakar Minyak (BBM)
DOI:
https://doi.org/10.37216/alrasyad.v4i1.2409Keywords:
Hukum Islam, Pembulatan Harga, Jual BeliAbstract
Abstrak; Penelitian ini dilatar belakangi oleh konsumen yang mengalami pembulatan harga ketika melakukan pengisian BBM full tank. Ketika harga yang tertera di layar monitor berjumlah Rp.12.750, maka pihak SPBU dalam hal ini operator akan membulatkannya menjadi Rp.13.000. Pihak operator tidak mengembalikan uang sisa kepada konsumen sebagaimana semestinya. Pembulatan harga oleh operator tersebut dilakukan tanpa adanya lafadz ijab dan qabul yang menunjukk kerelaan kedua belah pihak yang bertransaksi, khususnya pihak konsumen. Dan ini dialami oleh beberapa konsumen. Jumlahnya memang tidak besar, tetapi tindakan ini tentu saja membuat konsumen merasa tidak nyaman dan menguntungkan salah satu pihak saja. Padahal di dalam Islam, transaksi yang dilakukan harus memenuhi unsur kerelaan antara kedua belah pihak yang bertransaksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui praktek pembulatan harga BBM yang dilakukan oleh SPBU Pancor dan tinjauan hukum Islam terhadap praktek pembulatan harga pada transaksi jual beli BBM di SPBU Pancor. Berdasarkan hasil penelitian peneliti menyimpulkan bahwa praktek pembulatan harga yang dilakukan oleh operator termasuk ke dalam jual beli mu’athah, karena tidak ada kata-kata yang diucapkan oleh kedua belah pihak yang bertransaksi. Pembulatan harga yang terjadi di SPBU Pancor, ketika konsumen melakukan pembelian BBM full tank. Pembulatan terjadi karena tidak tersedianya uang dengan nominal kecil sebagai kembalian dari uang sisa pembayaran. Menurut hukum Islam terdapat perbedaan pendapat terkait dengan pembulatan harga tersebut. Pertama, akad tidak sah dilakukan dengan perbuatan atau al-mu’athah karena ia tidak kuat untuk menunjukan terjadinya proses akad, karena ridha adalah hal yang abstrak, tidak ada yang mengindikasikannya kecuali lafaz. Sementara perbuatan,ia boleh jadi mengandung kemungkinana selain yang dimaksudkan dari akad sehingga efeknya akad tidak terjadi. Syarat terjadinya akad adalah dilakukan dengan lafaz ijab dan qabul, atau sesuatu yang bisa menggantikan posisinya jika diperlukan seperti isyarat yang bisa dipahami atau tulisan.Kedua, hukum transaksi tersebut adalah sah apabila sudah menjadi adat kebiasaan yang menunjukan kepada kerelaan, dan perbuatan tersebut menggambarkan kesempurnaan kehendak dan keinginan masing-masing pihak.